Melancong ke Pulau Reusam
Saya dipotret dari atas. Paha mulus anti bulu. |
Rencana perjalanan ini sepenuhnya adalah ide teman SMAku yang bernama Kepo. Namanya Kepo karena orangnya suka kepo. Sebelumnya teman kami si Bocil pernah pergi ke pulau itu juga, Bocil kemudian menceritakan tentang pulau itu kepada Kepo. Kepo yang merasa kepo kemudian mengajak kami untuk ber-kepo ria disana. (Kepo= Pengen Tau)
Awal rencananya mau pergi di hari Sabtu dan aku kebetulan ga bisa pergi. Aku mengira mereka jadi berangkat meninggalkan ku dalam duka. Eh, ternyata mereka tidak jadi pergi hari Sabtu dan menggesernya ke hari Minggu. Tapi, tetap saja aku juga gabisa pergi kalau minggu. Lagi-lagi aku hanya bisa ngopi di warkop Solong Mini dengan penuh rasa kesepian. Waktu lagi ngopi di halaman warkop yang menghadap jalan, eh si Bocil lewat. Ternyata mereka ga jadi pergi hari Minggu, jadinya hari Senin dan barulah aku juga bisa ikutan pergi. Alasan aku ga bisa pergi di hari sebelumnya aku udah lupa juga kenapa wkwk
Jadilah Aku, Kepo, Bocil, Ghazi, Ewe, Hakim, dan Ilman pergi ke Pulau Reusam itu di hari seninnya.
Malamnya kami udah mulai diskusi via chat group line, kalo kata Bocil "kalo kita mau main lama di pulau itu bagusnya berangkat dari pagi, karena perjalanan dari Banda Aceh ke pelabuhan nelayan di Aceh Jaya nya itu makan waktu paling lama sekitar 3 jam-an. Terus kita harus naik boat lagi sekitar 10 menitan untuk ke pulaunya". Kata Ewe, “Mau bangun sepagi apapun tetap aja pasti ngaret.”, melihat Ewe mengirim pesan seperti itu Kepo kemudian membalas “Ubah pola pikir, We.”, lalu semua terdiam sesaat. Hahah. Memang budaya ngaret pasti akan selalu ada di jiwa-jiwa muda yang lagi masa libur kuliah ini, tapi seperti kata Kepo, kalo kita ga ngerubah pola pikir ya sama aja memang ga akan ada perubahan.
Okehh akhirnya setelah diskusi ngawur sana sini kita sepakat untuk bangun jam 6 pagi besoknya dan ngumpul jam 7 di rumah Ilman.
Besok paginya, jam 6 pagi. Aku buka chat group semalam dan bertanya “Udah ada yang bangun?”, yang read cuma 1. Cuma Kepo yang ngerespon. Huft. Yasudahlah terpaksa nungguin yang lain respon dulu. Ngaret detected.
Tadinya janji ngumpul dan berangkat jam 7, ujung-ujungnya kami baru memulai perjalanan jam 10 setelah motor Kepo mampir di SPBU untuk isi bensin. Budaya ngaret memang luar biasa.
Untuk menuju Pulau Reusam, kita harus naik kapal boat nelayan di Pelabuhan nelayan atau TPI di Rigaih, Aceh Jaya. Untuk menuju Rigaih itu dari Banda Aceh kita harus melalui pegunungan Paro, kemudian melalui pegunungan Kulu, dan melewati Gunung Geurutee.
Di perjalanan, si Ewe dan Hakim yang berboncengan berdua udah nge-gas duluan ninggalin kami, sudah bisa ditebak mereka mau mengejar ngopi di Gunung Geurutee dulu. Alhasil kami yang sampai di Geurute belakangan juga harus berhenti dan ikut istirahat di gunung itu.
Jam menunjukkan pukul 11, Bocil langsung bermuka masam. Memang sudah dari awal dikatakan kita targetkan supaya bisa main di pulaunya lama. Kalau jam 11 masih duduk sanatai di Geurute ini, mau sampai di sana jam berapa?
Kata Bocil di pulau itu ada aturan jam 5 sore harus pulang karena katanya ada suatu kerpercayaan setempat gitu. Jadi kalau kami sampainya terlalu siang otomatis mainnya cuma sebentar aja. Aku cuma bisa bilang “Let it be, cil”.
Setelah kami selesai menyeruput kopi, teh dingin, teh hangat, dan makan mie Instan di gunung Geurutee, akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Turun dari gunung Geurute di sana ada SPBU. Dari sini sampai lokasi yang kami tuju tak akan ada SPBU lainnya, dan harga minyak eceran di pinggir jalan biasanya meledak meletus sampai 10.000 per liter, jadi kalau mau isi bensin mending isi terus disini. Kami mampir di SPBU itu, motor Hakim, Bocil, dan Ilman semua mengantri untuk mengisi minyak.
Seonggok pemandangan dari tempat ngopi di Gunung Geurutee |
Setelah kami selesai menyeruput kopi, teh dingin, teh hangat, dan makan mie Instan di gunung Geurutee, akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Turun dari gunung Geurute di sana ada SPBU. Dari sini sampai lokasi yang kami tuju tak akan ada SPBU lainnya, dan harga minyak eceran di pinggir jalan biasanya meledak meletus sampai 10.000 per liter, jadi kalau mau isi bensin mending isi terus disini. Kami mampir di SPBU itu, motor Hakim, Bocil, dan Ilman semua mengantri untuk mengisi minyak.
“Kita gak isi minyak, Po?” Tanyaku yang sedang diboncengi Kepo.
“gak ki, masih ada 5 kotak (bar) lagi.” Jawabnya.
“Yakin, po? Nanti ga ada SPBU lagi ni abis ini”,
“Ga apa, kayaknya aman.”
Kami pun melanjutkan perjalanan lagi. Kota Lamno kami lewati, pemandangan selama perjalan di jalur Barat-Selatan ini memang luar biasa, di tiap lokasi yang bahkan bukan tempat wisata pun indah-indah semua.
Beberapa saat kemudian Kepo yang memboncengku mulai bersuara. “Ki, minyak udah berkedip ni”.
Po... Sudahkubilang....
Kemudian Kepo terpaksa isi bensi eceran dipinggir jalan seharga 10.000 seliternya, dan kemudian kami melanjutkan perjalanan lagi.
Tak berapa lama kemudian kami akhirnya sampai di Rigaih, kalo gak salah KM 141 dari Banda Aceh. Dari sana kami langsung ke pelabuhan nelayannya yang lokasinya tepat di sebelah kanan jalan Barat-Selatan ini.
Kami pun melanjutkan perjalanan lagi. Kota Lamno kami lewati, pemandangan selama perjalan di jalur Barat-Selatan ini memang luar biasa, di tiap lokasi yang bahkan bukan tempat wisata pun indah-indah semua.
Beberapa saat kemudian Kepo yang memboncengku mulai bersuara. “Ki, minyak udah berkedip ni”.
Po... Sudahkubilang....
Kemudian Kepo terpaksa isi bensi eceran dipinggir jalan seharga 10.000 seliternya, dan kemudian kami melanjutkan perjalanan lagi.
Tak berapa lama kemudian kami akhirnya sampai di Rigaih, kalo gak salah KM 141 dari Banda Aceh. Dari sana kami langsung ke pelabuhan nelayannya yang lokasinya tepat di sebelah kanan jalan Barat-Selatan ini.
Barusan googling, ternyata pelabuhan itu adalah TPI Lhok-Rigaih.
Tapi sebelum ke pelabuhan/TPI itu kami mau membeli nasi bungkus dulu untuk dimakan di pulau nanti.
Di depan pelabuhan juga ada sebuah warung nasi yang... ternyata tutup. Menurut info warga sekitar warung nasi yang lainnya yang buka paling dekat ada 7 km lagi. Watde.. Yasudahlah akhirnya kami mampir di sebuah toko ajaib didepan pelabuhan.
Kenapa ajaib? Gimana ngga ajaib, ini toko bangunan tapi dicampur dengan kelontong. Jadi kita bisa beli snack, air mineral dan lain-lain juga sekalian beli paku atau semen di dalam toko yang sama disini kalau berminat.
Setelah membeli beberapa botol air mineral dan beberapa snack pengganjal perut, kami pun melanjutkan perjalanan ke seberang jalan. Ya, memang diseberang jalan lokasi pelabuhannya. Pelabuhan ini bukan pelabuhan besar, sepertinya pelabuhan nelayan aja, dan kayaknya ini TPI alias Tempat Pelelangan Ikan. Didekat sini juga ada budidaya lobster dan lainnya. Di pelabuhan yang sepi ini kami menitipkan motor di parkiran dan membayar 3.000 per motornya.
Setelah membeli beberapa botol air mineral dan beberapa snack pengganjal perut, kami pun melanjutkan perjalanan ke seberang jalan. Ya, memang diseberang jalan lokasi pelabuhannya. Pelabuhan ini bukan pelabuhan besar, sepertinya pelabuhan nelayan aja, dan kayaknya ini TPI alias Tempat Pelelangan Ikan. Didekat sini juga ada budidaya lobster dan lainnya. Di pelabuhan yang sepi ini kami menitipkan motor di parkiran dan membayar 3.000 per motornya.
Kemudian si abang yang ngutip parkiran ini menelepon abang perahunya. Abang perahu kemudian datang dengan perahu kecilnya.
Perahu ini muat 8 orang. Kami ada 7 orang tambah si abang perahu jadi 8. Masing-masing kami dikenakan biaya 30.000 perorang untuk pulang dan pergi, bayarnya nanti ketika pulang.
Akhirnya setelah kurang dari 10 menit di perahu, kami sampai di pulau Reusam ini. Boatnya bakal ngantarin kita langsung ke dermaga dari kayu di bibir pantainya.
Pulau ini memang gak ada orangnya, tapi tersedia beberapa pondok untuk kita istirahat. Selain itu juga ada mushala dan kamar mandi. Tapi sayangnya, saat kami pergi mesin airnya sudah hilang (mungkin dicuri orang atau mungkin juga sedang diperbaiki?), jadi kami harus menggunakan ember dan menimba air di sumur terbuka ala tradisional untuk berwudhu dan buang air kecil di kamar mandinya. (Bocil sempat merasakan sensasi buang air besar di pulau tak berpenghuni ini juga).
Selagi kami makan snack dan istirahat sejenak tak berapa lama datang lagi perahu lain yang mengantar pengunjung lainnya. Sekelompok cewe seumuran kita juga. Mulailah teman-teman yang beraninya ngomong doang ini jaga imej, duduk sok cool, sok kalem, dan segala bentuk pencitraan lainnya. Padahal ujung-ujungnya ga ada satupun yang berani menyapa hahaha.
Setelah berfoto-foto, mengganjal perut dengan snack ringan (berhubung nasi tidak ada), dan shalat, kami pun melanjutkan agenda utamanya: mandi laut.
Mandi laut di pantai ini lumayan enak, ombaknya tak terlalu tinggi, tapi hati-hati banyak rumput laut (atau alga ya?) yang ikut berenang juga. Terus juga bibir pantai yang dangkalnya hanya sedikit, setelah masuk air beberapa langkah saja langsung agak dalam. Terus untuk yang mau mencoba loncat dari atas dermaga/jembatan kayunya juga hati-hati, di bagian kaki kayunya banyak karang tajam. Bocil udah jadi korbannya, betisnya berdarah terkena karang.
Padahal akan semakin sempurna kalau kami bikin bakar ayam atau ikan disini. Tapi, mungkin agak repot kalau naik motor bawanya ya. Selain itu kebersihan di pulau ini sepertinya kurang terjaga, tak ada tempat sampah yang disediakan. Banyak sampah botol plastik berserakan. Ada juga sih yang ditumpuk dengan rapi. Tapi untungnya sampahnya tak ada yang sampai kena lautnya.
Setelah puas mandi lautnya, kami mandi bersih di sumur terbuka itu, sementara itu sekelompok cewe tadi yang kerjaannya cuma foto-foto dijemput perahu dan pulang. Sekitar pukul 4 an kami menelpon abang perahunya untuk menjemput kami. Setelah kami siap, kami pun naik perahu jemputan kami lagi untuk kembali ke pelabuhan nelayan. Disana kami barulah membayar 30.000 perorang untuk biaya perahunya.
Pemberhentian selanjutnya adalah rumah makan. Kata Ilman ada sebuah rumah makan enak namanya Rumah Makan Khas ********* (Di sensor karena gak enak). Kami pun ke sana karena kebetulan searah dengan jalan menuju Banda Aceh. Disitu juga Kepo, Ewe dan Ghazi yang tadi belum sempat mandi bersih numpang mandi di kamar mandinya. Kami makan sambil nunggu hujan yang rintik pergi, aku udah 2 kali ngerasain malam-malam kehujanan di perjalanan yang lumayan jauh kayak gini dan ga ada enak-enaknya.
Nasi nya jujur aja biasa aja, ayamnya juga kalau aku bilang masih ada yang lebih enak lagi. Tapi eh harganya... 15.000 untuk nasi dan ayam!? -___- apa gak terlalu mahal ya...
Setelah itu aku dan Kepo kembali mengisi minyak di eceran (kali ini beruntungnya kami dapat yang harga 9000 per liter, tapi kata abang minyak nya ga ada kembalian jadinya dikasih rokok sebatang) dan kami pun melanjutkan perjalanan.
Akhirnya setelah kurang dari 10 menit di perahu, kami sampai di pulau Reusam ini. Boatnya bakal ngantarin kita langsung ke dermaga dari kayu di bibir pantainya.
Itu bocil sama Ghazi sampai duluan, karena satu dan lain hal aku nyampenya belakangan |
Saya dan pemandangan |
Ewe suka joget kalo senang |
Nah ini tuh pondok yang bisa dipake untuk istirahat, yang kami duduki itu mushalanya |
Pulau ini memang gak ada orangnya, tapi tersedia beberapa pondok untuk kita istirahat. Selain itu juga ada mushala dan kamar mandi. Tapi sayangnya, saat kami pergi mesin airnya sudah hilang (mungkin dicuri orang atau mungkin juga sedang diperbaiki?), jadi kami harus menggunakan ember dan menimba air di sumur terbuka ala tradisional untuk berwudhu dan buang air kecil di kamar mandinya. (Bocil sempat merasakan sensasi buang air besar di pulau tak berpenghuni ini juga).
Hakim, Bocil, dan Kepo. #tinypeople |
Selagi kami makan snack dan istirahat sejenak tak berapa lama datang lagi perahu lain yang mengantar pengunjung lainnya. Sekelompok cewe seumuran kita juga. Mulailah teman-teman yang beraninya ngomong doang ini jaga imej, duduk sok cool, sok kalem, dan segala bentuk pencitraan lainnya. Padahal ujung-ujungnya ga ada satupun yang berani menyapa hahaha.
Setelah berfoto-foto, mengganjal perut dengan snack ringan (berhubung nasi tidak ada), dan shalat, kami pun melanjutkan agenda utamanya: mandi laut.
Kepo-Ewe-Ghazi-Bocil-Hakim |
Bocil terbang |
Bocil-Hakim-Kepo |
Loncatan Kepo |
Itu yang lagi loncat si Bocil |
Ghazi lagi renang, si Ewe gabisa renang, Ilman kawanin Ewe |
Mandi laut di pantai ini lumayan enak, ombaknya tak terlalu tinggi, tapi hati-hati banyak rumput laut (atau alga ya?) yang ikut berenang juga. Terus juga bibir pantai yang dangkalnya hanya sedikit, setelah masuk air beberapa langkah saja langsung agak dalam. Terus untuk yang mau mencoba loncat dari atas dermaga/jembatan kayunya juga hati-hati, di bagian kaki kayunya banyak karang tajam. Bocil udah jadi korbannya, betisnya berdarah terkena karang.
Padahal akan semakin sempurna kalau kami bikin bakar ayam atau ikan disini. Tapi, mungkin agak repot kalau naik motor bawanya ya. Selain itu kebersihan di pulau ini sepertinya kurang terjaga, tak ada tempat sampah yang disediakan. Banyak sampah botol plastik berserakan. Ada juga sih yang ditumpuk dengan rapi. Tapi untungnya sampahnya tak ada yang sampai kena lautnya.
Menatap masa depan |
Setelah puas mandi lautnya, kami mandi bersih di sumur terbuka itu, sementara itu sekelompok cewe tadi yang kerjaannya cuma foto-foto dijemput perahu dan pulang. Sekitar pukul 4 an kami menelpon abang perahunya untuk menjemput kami. Setelah kami siap, kami pun naik perahu jemputan kami lagi untuk kembali ke pelabuhan nelayan. Disana kami barulah membayar 30.000 perorang untuk biaya perahunya.
Selfie.. rrr.. Groufie di atas perahu saat pulang, yang paling belakang yang kurus itu abang perahunya. Saya yang nomor 2 dari depan. |
Ilman-Saya-Ewe |
Pemberhentian selanjutnya adalah rumah makan. Kata Ilman ada sebuah rumah makan enak namanya Rumah Makan Khas ********* (Di sensor karena gak enak). Kami pun ke sana karena kebetulan searah dengan jalan menuju Banda Aceh. Disitu juga Kepo, Ewe dan Ghazi yang tadi belum sempat mandi bersih numpang mandi di kamar mandinya. Kami makan sambil nunggu hujan yang rintik pergi, aku udah 2 kali ngerasain malam-malam kehujanan di perjalanan yang lumayan jauh kayak gini dan ga ada enak-enaknya.
Nasi nya jujur aja biasa aja, ayamnya juga kalau aku bilang masih ada yang lebih enak lagi. Tapi eh harganya... 15.000 untuk nasi dan ayam!? -___- apa gak terlalu mahal ya...
Setelah itu aku dan Kepo kembali mengisi minyak di eceran (kali ini beruntungnya kami dapat yang harga 9000 per liter, tapi kata abang minyak nya ga ada kembalian jadinya dikasih rokok sebatang) dan kami pun melanjutkan perjalanan.
Jadi jalan yang kami tempuh adalah jalan lintas Barat-Selatan yang di pinggir jalannya kebanyakan adalah pemandangan laut. Dan pas sekali kami pulang di saat matahari sedang terbenam, jadi kami sempat berhenti sebentar untuk menyaksikan matahari terbenam dan mengambil beberapa gambar.
Setelah itu kami sampai di SPBU kaki gunung geurute tadi lagi, kami shalat dan isi minyak lagi di sana. Barulah setelah itu kami melanjutkan perjalanan tanpa henti ke kota tercinta, Banda Aceh. Kami tiba di perbatasan kota Banda Aceh pukul 9 malam kurang. Kami sempat berhenti di pabrik semen Lafarge yang lokasinya di Lhoknga, berhenti gara-gara pemandangan pabrik di malam hari itu lumayan epic dengan ribuan lampunya yang berkelap-kelip. Setelah itu kami lanjut lagi dan ngopi lagi di Banda Aceh sebelum akhirnya semua pulang ke rumah masing-masing dan hidup bahagia selamanya. Tamat.
Salah satu foto pas sunset di pinggir jalan. |
Setelah itu kami sampai di SPBU kaki gunung geurute tadi lagi, kami shalat dan isi minyak lagi di sana. Barulah setelah itu kami melanjutkan perjalanan tanpa henti ke kota tercinta, Banda Aceh. Kami tiba di perbatasan kota Banda Aceh pukul 9 malam kurang. Kami sempat berhenti di pabrik semen Lafarge yang lokasinya di Lhoknga, berhenti gara-gara pemandangan pabrik di malam hari itu lumayan epic dengan ribuan lampunya yang berkelap-kelip. Setelah itu kami lanjut lagi dan ngopi lagi di Banda Aceh sebelum akhirnya semua pulang ke rumah masing-masing dan hidup bahagia selamanya. Tamat.
***
Perjalanan ini sebenarnya tak terlalu melelahkan, karena kita semua puas dengan jalan-jalannya. Kita puas dengan pemandangan dan pengalamannya. Bagi yang hobinya adventure atau mungkin sok sok adventure, maaf sepertinya lokasi ini kurang tepat. Lokasi ini lebih tepat untuk liburan santai biasa saja. Tapi yang pasti ga akan nyesal kalau udah kesini.
wew.. keren pulau tak berpenghuni.. kalau di film2 horor pasti ada 1 penghuninya.. nenek2 tua kanibal
BalasHapushahaha iya mungkin karena susah nimba air sumur jadi ga ada nenek-nenek kanibal disini
HapusBening bgt yaaaa
BalasHapusduh gak bs renang
gak bening sih, biru kehijauan wkwk
Hapusmain dipinggir aja:D
Keren banget viewnya betah deh kalau berlibur kesana hihi
BalasHapusdi blogn ini sangat banyak sekali info yang bermanfaat
BalasHapusterimakasih
bagus gan artikel nya
BalasHapussangat menghibur sekali
dan ga bikin bete
sangat suka sekali info nya
BalasHapussaya tunggu info lain nya gan