Balada Awal Tahun


Jadi aku punya sepeda motor, namanya Vario. Karena aku bukan tipe yang suka ngasi nama untuk benda mati, jadi namanya sesuai dengan nama yang dikasih sama yang bikin aja ya. Beberapa orang di dunia ini memang ada yang punya kebiasaan ngasi nama untuk barang-barang kesayangannya, misalnya Jehan yang manggil mobilnya dengan nama Shiro, terus si Ewe manggil motornya si Putih (nama mereka sama-sama ‘warna putih’ cuma beda bahasa aja sih sebenarnya).



Ohya, pernah satu hari aku antarin si Ewe ambil si Putih di kantor Museum Aceh. Di perjalanan ke sana si Ewe cerita kalo semalam ada sodaranya yang kerja di Museum Aceh ini kurang sehat dan gabisa bawa pulang mobilnya, jadilah si Ewe sebagai pahlawan masa kini menolong sodaranya ini, dia bawa si Putih ke museum lalu bawa pulang mobil si sodaranya. Dengan terpaksa si Putih harus ditinggal dan menginap semalaman di halaman parkir museum yang dingin. Besoknya kebetulan hari libur, si Ewe udah pergi sekali ke kantor museum itu paginya, tapi masih tutup. Jadi siangnya aku antarin dia ke sana. Kami ketemu yang jaga minta ijin masuk dan akhirnya Ewe yang sudah terpisah semalaman dengan si Putih bisa bersatu kembali. Pertemuan mereka cukup mengharukan. Saat Ewe menghidupkan motornya tampak dengan jelas si Putih bergetar hebat, mungkin akibat ketakutan ditinggal sendirian. Dengan penuh perhatian dan kasih sayang si Ewe mengelus-ngelus sambil minta maaf ke motor mio putihnya yang sedang bergetar hebat itu. Aku cuma bisa terdiam kaku disudut parkiran, setitik air mata haru jatuh saat menyaksikan keakraban mereka. #tsah.

Kembali ke si Vario. Aku pakai dia sejak pertengahan kelas 2 SMA, tahun 2012 atau 2013 gitulah. Jadi lumayan udah ada 3 tahunan. Warna aslinya hitam walau sekarang orang-orang sulit membedakan warna motorku dan warna tanah (jarang kena sabun soalnya, terakhir dicuci 4 bulan yang lalu), dia gak suka bersuara keras, baginya diam itu emas.

Jadi cerita ini berawal di suatu pagi menjelang siang yang cerah saat aku harus ke kampus untuk tanda tangan DPNA (Daftar P... Nilai Akhir; aku lupa ‘P’ nya apa hahaha). Kita mahasiswa harus tanda tangan itu supaya nanti nilai yang udah capek-capek dikumpulkan selama 1 semester bisa dianggap sah dan akhirnya diinput ke KRS Online. Hari itu aku juga disuruh sama mamak untuk daftar ke dokter, jadi rencananya habis ke kampus aku langsung ke dokter aja untuk catat nama biar ga ngantri nantinya.

Semua berjalan biasa aja, aku tanda tangan dengan damai di atas kertas DPNAnya. Terus karena aku orangnya baik, aku menawarkan jasa titip absen untuk kawan-kawan yang udah pulang kampung. Setelah berhasil meniru 3 buah tanda tangan aku pun pamit pulang. Di persimpangan jalan aku dihadapkan dengan 3 pilihan; belok kiri langsung pulang atau belok kanan ke tempat dokter atau lurus aja masuk sungai. Aku memilih belok kanan, sambil berkendara dengan kecepatan sekitar 60km/jam aku mendengar suara aneh di bagian mesin motor. Jarang-jarang Vario ku yang pendiam ini bersuara. Sampai diujung jalan aku kepikiran, “ah mending pulang dulu aja, nanti ke dokternya sore juga bisa kan”. Aku pun berbalik arah di ujung jalan itu, di dekat sebuah sekolah elit khusus perempuan. Tiba-tiba suara aneh tadi semakin besar, kayanya aku bawa motornya agak kencang dan sambil nge-gas kecang itu aku menoleh ke arah mesin di belakang karena penasaran dengan suara keras tadi dan aku lupa di depan ada lubang jalan yang cukup dalam dan...
WUUUSSSS...
aku terbang.

Orang-orang yang berlawanan arah dengan ku heboh. Apakah aku punya kemampuan super? Apakah selama ini aku ternyata punya sayap dan bisa terbang? Apakah teror bom kemarin cuma pengalihan isu? Berbagai pertanyaan muncul dalam benakku. Ternyata tidak... Aku tidak bisa terbang. Aku terbang sesaat lalu kembali menyentuh bumi dengan suara benturan keras di bagian bawah motor. Untung saja aku tidak terjatuh. Tanpa sadar tanganku masih nge-gas, didepan masih ada satu lubang lagi, aku bisa saja menghindarinya, tapi... ah sudahlah masuk aja lagi.

Akhirnya aku berhenti di pinggir jalan sepi itu. Kulihat ternyata pelak belakang udah bengkok, dan ban nya bocor. Pikiran pertamaku adalah mencari tempat tambal ban dulu. Aku kembali menghidupkan motor, kemudian tiba-tiba saat aku nge-gas, motorku berteriak keras. “NGIIIIIIIIKKKKKKKKKKKKK”...
Watde...

Tak ada pergerakan, cuma teriakan pilu. Fix, aku gak bisa jalan. Aku menelepon abangku, ternyata gak bisa nolong karena masih kerja. Akhirnya aku minta tolong di Grup Line jurusanku. Seingatku ada beberapa orang yang masih di Kampus untuk tanda tangan DPNA juga. Akhirnya ada yang respon dan seorang teman bernama Aufaz sedang menuju ke lokasiku sekarang. Aku menutup hp. Dan duduk santai di atas motor di pinggir jalan ke arah kampus itu. Menikmati angin sepoi-sepoi yang menyejukkan.

Dari arah kota aku melihat ada motor yang kukenal bergerak kearah sini. Oh! Rupanya si Dedy dengan motor gede nya. Aku pun melambaikan tangan ke arahnya “Ded!”, panggilku.
Dedy membalas panggilanku dengan suara klakson sekali dan melaju kencang ke arah kampus. Aku terdiam sesaat,
“..oke! hati-hati ded!” jawabku.

 LAH... kok!????

Sesaat kemudian muncul dari arah yang sama si Firman dengan motor capungnya, aku melambaikan tangan lagi “Man!”, panggilku.
“Eh, Ki!” jawabnya sambil menekan klakson sekali dan terus melaju ke arah kampus. “....oke! Sip, man!” jawabku balas menyapa lagi.

 LAAAAH!!!????

Tak berapa lama kemudian si Aufaz yang tadi katanya on the way kemari akhirnya muncul. Setelah melihat kondisi motor akhirnya diputuskan aku harus ke bengkel sambil didorong kaki Aufas. Tak berapa lama kemudian si Firman yang tadi lewat muncul lagi dan akhirnya menolongku.

Ternyata si Dedy dan Firman tadi mengira aku berhenti karena menelepon dan menyapa mereka saat mereka kebetulan lewat. Ya ngga salah mereka emang hahaha.

Sambil di dorong kaki Aufaz dibelakang, aku kembali bercerita kronologi kejadiannya dan masalah apa yang muncul dari kejadian itu. Akhirnya kami tiba di sebuah bengkel kecil di simpang jalan. Lalu sambil ban belakang di periksa sama si bapak bengkel itu aku cerita juga bagaimana kronologinya.

“Oh ya, memang banyak yang masuk lubang pasti bocor ban, biasanya ban dalamnya harus diganti kalau masuk lubang” kata bapak itu sambil mengeluarkan ban dalam belakang motorku. “Ha kan, ini harus ganti ban seperti yang saya bilang”. Bapak itu merasa teorinya ‘Masuk lubang=ganti ban’ terbukti benar. Lalu aku melanjutkan memberi tahu masalah motor ini, “Oh iya, pak ini juga tadi pas dihidupin gabisa jalan kayak ad..” belum habis aku ngomong eh si bapak motong, “Oh nggak, kalau masuk lubang dia Cuma ganti ban ada habis itu beres. Kalau jalan pasti bisa dia”, katanya. “Ngga pak ini tadi gak bisa jal...” kemudian dipotong lagi, “Kalau masuk lubang dia cuma harus ganti ban, jalan masih bisa”. Yaelah pakkkk, yang ngalamin juga sayaaa kok bapak ini yang keras kepala -____-. Ah terserah bapak aja, yang penting bikin aja dulu bannya.

Beberapa saat kemadian ban dalam sudah diganti, repotnya pakai motor Vario ini kalau ganti ban harus bongkar Knalpot dan kawan-kawannya juga. Jadi pasti kena biaya bongkar lagi. Setelah itu aku akhirnya membuktikan ke si bapak ini kalau motor ini gak bisa jalan. Si bapak cukup shock saat mendengar suara teriakan motorku ini. Atau mungkin dia shock karena teorinya salah ya? Akhirnya motorku di ambil alih sama seorang abang-abang bengkel juga.

Abang itu ngebongkar bagian mesinnya, agak kasian juga sebenarnya ngeliat si abang ini harus kena asap debu kotoran motorku yang lumaya tebal ini (udah 4-5 bulan gitu aku belum cuci motor). Kemudia terlihatkan dari mana suara kucing teriak itu berasal, ternyata ada bagian yang bentuknya kayak tali rantai tapi terbuat dari karet itu rontok sedikit demi sedikit tiap kali di-gas dan karetnya nyangkut di suatu bagian yang berputar di dalamnya. Setelah di bersihkan karet yang nyangkut itu, memang sih suaranya udah ga ada lagi. Tapi tetap aja jalannya ga bisa, karena karet tadi udah rontok. Kata si abang bengkel itu pergi ke bengkel resmi aja, kalo bikin disini gabisa. Yaudah akhirnya setelah membayar 60ribu rupiah (biaya bongkar dan ganti ban) motorku didorong lagi sama si Firman.

Jadi lokasi kampus kami ada di Darussalam, sangat jauh dari rumah sebenarnya. Kalau mau ke bengkel resmi sih bisa di dekat kampus juga ada, tapi masalahnya adalah duit udah nipis. Jadi kata si Firman mending bikin di bengkel dekat rumah aja, jadi kami bisa ninggalin motor di bengkel dan pulang dulu untuk ambil duit.

Akhirnya kami tiba di sebuah bengkel resmi di daerah Setui, sekitar 12 km dari kampus haha.. Terimakasih Firman, betismu sangat berjasa. Si firman kemudian pamit pulang duluan karena masalah udah hampir beres juga. Motor sedang di periksa intensif sama abang bengkel yang kekar.

“kak kira-kira berapa bayarnya?” Tanyaku pada kakak penjaga kasir setelah motor diperiksa.

“230 ribu dek, harus ganti V-Beltnya (ntah iya ini nanyamanya)” kata si kakak

“oke kak.. boleh pinjam motor?”

“ha?”

“mau ambil duit dulu kak wkwk”

Setelah itu dengan motor owner bengkelnya aku pulang kerumah, lalu minta duit dan kemudian kembali lagi ke bengkel tadi ternyata motor udah siap. Setelah membayar akhirnya bisa istirahat di rumah.

Besok lusanya aku jalan-jalan ke pulau Reusam, tapi itu nanti aja aku ceritain. Terus besoknya lagi aku kembali berurusan dengan Vario ini.

Jadi kan karena aku jatuh di lubang itu dan lumayan terbanting keras, ternyata pelak ban belakang bengkok. Banyak yang bilang di-press aja. Terus aku nanya-nanya sana sini lagi katanya kalo udah di-press nanti pelaknya gampang pecah, mendingan ganti baru aja. Rrr... duit lagi dong?

Akhirnya aku teringat punya abang sepupu yang hobinya di bidang motor juga, namanya bang Wahyu, dia ikut olah raga motocross. Terus, katanya gapapa di-press aja nanti jadi standar lagi pelaknya.

Fix. Akhirnya aku pergi ke bengkel yang di sarankannya. Namanya bengkel NIKMAT. Nama yang cukup unik untuk sebuah bengkel. Biasanya Nikmat identik dengan toko makanan atau toko kue, tapi ini adalah sebuah bengkel. Setelah sempat salah arah satu kali akhirnya aku sampai di bengkel yang nikmat ini.

Motorku di layani oleh seorang abang bengkel bertubuh kekar lagi. Sebelum motorku di apa-apain, aku nanya dulu “bang ini kira-kira berapa biayanya?”

Si abang bengkel kekar ini kemudian melihat kondisi pelak motorku baru menjawab “kalau lancar-lancar aja cuma 50 ribu”.

“Lancar-lancar aja..??”

“Iya, kalau ada retak nanti harus di las lagi mungkin 80ribu”

“oh... terus kalau udah di press nanti gampang pecah bang?”

“oh tidak, jadi standar lagi dia”

40menitan kemudian pelaknya udah kembali normal dan aku membayar seharga ‘lancar-lancar aja’ yaitu 50ribu.

Setelah itu aku lanjut ngopi dengan beberapa teman. Sore-sore di Aceh kerjaan warganya ya ngopi. Kerjaan yang sangat tak produktif. Setelah ngopi akhirnya kembali ke rumah. Aku masuk ke dalam pagar rumah, saat harus menutup pagar otomatis motor mati karena penopangnya (kalau disini namanya cagak) turun. Pagar sudah ditutup, aku kembali menekan starter motor. Tak terjadi apa-apa. Lah!? Sekarang motornya malah gak mau hidup!?

Setelah di selidiki ternyata, motorku habis baterai. Jadi harus ganti baterai baru. Oh tuhan mengapa ini terjadi...

Duit lagi :’)

*ohya, foto di atas itu aku ambil di Pulau Reusam, ceritanya nyusul. Kenapa tampilin sekarang? Karena foto motorku tak layak dipublikasikan :')

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tes wawancara di SMA idaman. Plus tips.

Apa ini pacaran?

Tips buat anak SMP yang pengen populer di sekolah.