Baksos di Pulau Aceh

Tanggal 25 Maret 2016 lalu (yak, udah sataun lebih), aku ikutan jadi panitia di acara Pekan Bakti Mahasiswa Teknik V (PBMT V). Acara ini adalah salah satu program kerja BEM FT Unsyiah, dimana ini adalah kali ke 5 dilaksanakan.

Acara bakti sosial ini kami lakuin di Desa Rinon di Pulo Aceh, Aceh Besar. Tau dimana? Silahkan buka peta Indonesia, liat di paaaaaliiiiing ujung sumatera, selain sabang ada pulau terluar juga kan? Nah itu namanya Pulau Nasi dan Pulau Breuh. Nah, di Pulau Breuh (yang paling terluar) itulah desa Rinon berada. Nama pulaunya adalah Pulau Breuh, tapi nama kecamatannya adalah Pulo Aceh. Jadi PBMT ini diadakan di Desa Rinon, Kecamatan Pulo Aceh, Aceh Besar.


Tuh yang ujung, pulau breuh.



Sebelumnya jurusan Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan (HMTP) Unsyiah udah beberapa kali ke desa itu untuk bakti sosial dan juga sekaligus kuliah lapangan. Nah, kali ini giliran BEM FT yang bikin baksos di tempat yang sama. Bedanya? Kalau HMTP dulu cuma bakti sosial di SD-SMP Rinonnya, tapi kalau yang diadain BEM FT ini selain di sekolah juga turun ke jalanan dan pantai. Selain itu, di kesempatan ini juga Fakultas Teknik meresmikan desa tersebut sebagai Laboratorium Alam nya anak-anak jurusan kebumian di Teknik Unsyiah (Jurusan Pertambangan, Geofisika, dan Geologi).

Acara PBMT V ini diketuai oleh Ilman yang kebetulan juga ketua angkatan di jurusanku. Sedangkan aku dipercayakan jadi ketua bagian acara. Jadi tugasnya aku adalah bikin jadwal yang jelas, konsep, dan memastikan acaranya berjalan sesuai jadwal. Jumlah panitia cuma 40an, sedangkan peserta ada 100an termasuk dekanan dan dosen yang ikut sehingga total semua menjadi 150 orang.
Hebatnya di acara ini seluruh perangkat dekanan ikut hadir, mulai dari Pak Dekan, Wadek 1, Wadek 2, dan Wadek 3. Kemudian ikut hadir pula 3 orang dosen dari jurusan Teknik Kimia dan Kebumian.


Kami berangkat di tanggal 25 Maret itu, kebetulan bertepatan dengan hari Jumat. Agak terjadi kekacauan saat mau berangkat, berhubung ada miskomunikasi, sehingga ada sebagian panitia dan peralatan yang mau dibawa masih tertinggal di sekretariat BEM. Tapi akhirnya sekitar 15.49 WIB kapal kami pun berangkat.

Untuk menuju Desa Rinon, kita harus naik kapal boat nelayan. Di hari itu kami naik yang lumayan besar yang dapat menampung 150 orang lebih. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar 2,5 jam-an. Berada di tengah laut yang dalam selama 2,5 jam penuh lumayan bikin pikiran agak khawatir. Tapi tenang, pelampung udah panitia persiapkan walaupun jumlahnya ngga sesuai dengan jumlah yang pergi, tapi minimal yang wanita bisa dapat semua.

Pukul 18.30 kami tiba di pelabuhan desa rinon. Ada beberapa pelabuhan di pulau ini, tapi pelabuhan inilah yang paling dekat dengan desa Rinon. Kalau kalian pergi ke pelabuhan ini sekarang akan ada papan tulisan "Selamat Datang di Desa Rinon" hasil karya kami.

Nah, saat kami kegirangan karena kapal udah sampe di pelabuhan, tau-tau terjadi masalah. Karena air surut, baling-baling kapal nyangkut dengan tali tambang kapal boat lain yang sedang parkir.
Alhasil kami harus menunggu selama setengah jam-an lagi, nungguin bapak yang bertugas di kapal ini nyelam ke bawah kapal untuk motongin talinya. Padahal kami sudah sangat dekat dengan dermaga kapalnya, kalau berenang juga pasti nyampe. Tapi ya ngga mungkin lah kami berenang kan haha. Begitu dekat, tapi belum sampai. Kayak katanya Ariana Grande, almost is never enough. (cocok kan? udah cocokin aja)

Dengan penuh perjuangan kapal akhirnya berhasil sampai di mulut dermaganya, penumpang pun turun. Kayak di film Titanic, anak-anak dan wanita di dahulukan untuk naik skoci turun. Setelah itu kami yang lelaki pun bergotong royong menurunkan semua peralatan untuk diangkut dengan mobil pick-up nya pak kepala desa dan dibawa ke lokasi kami menginap : SD-SMP Rinon. Walaupun udah emansipasi wanita, tapi tetap aja kalo yang urusan bongkar muat barang itu dilimpahkannya ke yang laki, emansipasi nya masih setengah-setengah ini namanya.

Mobil pick-up yang menjemput hanya ada 1 buah, jadi mobil itu harus bolak balik untuk mengangkut peserta dan barang. Dan seperti biasa, didahulukan wanita untuk naik pickup, sedangkan yang laki jalan kaki saja. Ada juga sih beberapa yang perempuan cukup strong untuk jalan kaki juga, tapi tetap aja nih emansipasinya setengah-setengah.

Desa ini gelap gulita. Listrik disini ada dan lancar, tapi ngga ada lampu jalanan yang menerangi. Jalanannya terbuat dari aspal yang bagus, tapi penuh dengan ranjau organik alias kotoran lembu. Jadi kalau jalan harus hati-hati.

Kami menginap di SD-SMP Rinon (lokasinya sama), disana ada 2 buah rumah kecil kosong yang bisa dijadikan untuk menginap dekanan-dosen dan para peserta perempuan. Sedangkan peserta laki-laki menginap di ruang kelas SMP rinon. Untuk panitia perempuan, mereka tidur di rumah penjaga sekolahnya. Sedangkan panitia laki-laki, terserahlah mau tidur dimana. Ada yang tidur di teras, ada yang tidur di mesjid, ada juga yang gabung dengan peserta.

Setelah menyantap nasi bungkus yang kami beli dari warga, kami mengadakan briefing untuk semua peserta dan panitia di depan penginapan dekanan, sekalian dekanan juga mau ngomong-ngomong sama semuanya. Setelah itu semua bubar kembali ke kegiatannya masing-masing. Ada yang langsung tidur, ada yang main-main api unggun dulu, ada juga panitia yang sibuk dengan papan-papan nama jalan yang belum siap dicat.

Aku jujur aja cuma bentar bantu nge-cat nya, setelah itu langsung pura-pura gila pergi ke mesjidnya kemudian tertidur di depan mimbar.
Mesjidnya bukanlah mesjid besar seperti yang biasa kita temukan di kota. Mesjidnya cukup kecil, bahkan ruang kelas kuliahku lebih luas dari mesjid ini. Air untuk wudhu kurang lancar. Pagarnya belum berkawat, masih cuma beton semen yang sudah dicat. Tidak ada pagar gerbang. Jadi kalau ada anjing atau lembu yang masuk ke perkarangan, ya bebas saja.

Jadwal paling pertama (yang aku tulis sendiri) adalah shalat subuh berjamaah di mesjid. Jadi subuh itu saat aku terpaksa, terkejut, dan terbangun, yang lagi azan tepat ada di atas kepalaku dan pak dekanan udah masuk ke mesjid. Badan masih bergetar karena bangunnya dengan cara mendadak, tapi aku paksa untuk berdiri dan pergi ambil wudhu. Alhasil jadi kayak zombie lagi wudhu. Hoyong-hoyong ga jelas.
Setelah shalat dan dekanan kembali ke penginapan, kami pun mulai bersiap-siap lagi untuk mandi dan sarapan. Ada juga yang melanjutkan tidur sebentar sebelum acara pembukaan dimulai pukul 8 pagi.

Disini airnya ada. Cukup dikatakan ada. Karena airnya tidak terlalu lancar, jadi kalau mau mandi harus cepat-cepat dan hemat air.

Jumlah penduduk di desa ini ngga rame, kata ketua panitia sekaligus ketua angkatan di jurusanku jumlahnya ada sekitar 60-70 kepala keluarga. Dan jumlah murid SD-SMP nya juga ngga rame. Kebetulan aku tugasnya di SD-SMP Rinon. SD dan SMP di sini ada di perkarangan yang sama. Jumlah murid SD kelas 1 sampai 6 saat dikumpulkan semuanya di dalam satu ruang kelas, ternyata jumlahnya cukup cuma satu ruangan kelas itu. Dan jumlah murid SMP nya juga ngga rame.

Jadi acara baksosnya dibagi kedalam 5 lokasi. Ada yang di SD-SMP Rinon, ada yang di jalanan, ada yang di mesjid, ada yang di pantai, dan ada yang nanam pohon. Semuanya bergerak secara bersamaan setelah acara pembukaan dan peresmian Lab Alam selesai.

Di SD-SMP Rinon baksosnya adalah kepada anak-anak SD-SMPnya, tapi kebetulan hari itu yang SMP tidak ikutan, jadi cuma anak SD yang ikutan. Disitu kami ngadain kelas motivasi gitu. Jujur aja aku ngerasa beruntung ada kakak dari jurusan kimia dan geofisika yang namanya aku udah lupa (maafin aku kak), karena berkat kakak itu (kayaknya dia udah biasa ngehadapin anak-anak kecil yang bandelnya lumayan parah ini) acara di sekolah bisa berjalan lancar. Sedangkan aku yang dikasi tanggung jawab disini sebenarnya sama sekali ngga bisa ngehadapin anak kecil. Tingkat sepupu atau ponakan datang kerumah aja aku ngga tau harus ngapain, apalagi ini. -_-

Setelah kelas motivasi semua anak-anak ini dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil, di kelompok kecil ini kakak-kakak mentor (peserta baksos) bertugas untuk memperkenalkan sedikit tentang komputer. Targetnya cuma untuk anak-anak itu paham cara mengetik nama mereka di Microsoft Word aja. Setelah itu mereka disatukan lagi untuk bermain games.

Banyak hal menyedihkan hari itu, salah satunya adalah ada satu orang anak yang ngga mau ikut main games karena dia mau belajar komputer lebih banyak lagi. Baginya, bagi mereka, setelah kami pulang tidak akan ada kesempatan untuk belajar komputer lagi. Ya, disini tidak ada komputer. Si anak tadi sampai hampir menangis karena tidak mau main games. Akhirnya kami berhasil membujuknya dengan janji nanti lanjut belajar komputer lagi. (Yang pada akhirnya setelah main games si anak tadi juga lupa atau mungkin tidak berani minta belajar lagi ya?)

Sejak awal kami juga sadar kalau hal seperti ini mungkin akan terjadi. Kami sempat berpikir untuk apa kami mengajarkan komputer di sebuah tempat yang tidak ada komputernya? Bukankah ilmunya nanti juga jadi sia-sia dan malah hilang begitu saja?
Tapi kami juga berpikir, sekarang jaman udah maju, belajar komputer bagi anak lain yang hidup di kota adalah hal lumrah. Dan kami mau mereka juga setidaknya pernah merasakannya walaupun cuma sebentar saja. Toh kita tidak tau nanti kedepannya apakah ada bantuan operasional komputer di sekolah ini atau tidak (yang semoga saja akan ada).

Saat games, rencananya ada 6 games yang mau dilaksanain. Tapi ternyata peralatan gamesnya ketinggalan di Banda Aceh sebagian besar. Akhirnya games di pangkas jadi 3 games. Tetapi ternyataaa, menggabungkan anak-anak yang usianya berbeda-beda ini cukup sulit. Semuanya ribut sendiri, ada yang lari-lari, ada yang kelaparan, ada yang haus, ada menangis, ada yang nyanyi-nyanyi.

Ohya, aku jadi ingat, saat di kelas motivasi, mereka ditanyakan apakah hapal lagu Indonesia Raya, ternyata mereka hapal juga. Lalu setelah itu saat ada yang maju untuk menyanyi lagu bebas eh tau-tau di anak malah nyanyi lagu Bergek (penyanyi lokal aceh yang lagi booming) dengan judul lagunya Boh Hatee Gadoh (lagu tentang kegalauan seorang laki-laki karena kehilangan kekasihnya). Dan lagu itu dibawakannya dengan penuh khidmat dan diikuti secara obade oleh seluruh siswa di sekolah itu. Luar biasa.

Kembali ke games.
Nah, dari yang awalnya 6 games jadi 3 games, ujung-ujungnya cuma 1 games yang bisa kita lakuin. Sekali lagi terimakasih kepada kaka-kaka geofisika dan teknik kimia yang udah membantu *membungkukkan badan*

Games itu ada 1 pemenang awalnya, tapi ujung-ujungnya semua murid dapat hadiah juga berupa makanan ringan yang udah kami siapkan untuk semuanya. Semuanya senang dan akhirnya bisa pulang.
Mereka pulangnya ada yang dijemput dengan motor, dan rame yang jalan kaki ke rumah rame-rame. Tapi ada juga yang bawa motor sendiri. Ya, kenyataannya begitu, ada anak SD yang bawa motor sendiri ke sekolah dan dia bonceng adiknya. Maaf saya ulangi. Ada anak SD yang bawa motor ke sekolah dan dia membonceng adik-adiknya. Ya, dia tarik tiga. Kami cuma bisa bilang hati-hati di jalan adikkk.

Setelah itu, kami yang bertugas disekolah sudah bebas mau ngapain aja. Ada yang pergi ke lokasi lain untuk membantu, ada juga yang milih istirahat.

Di jalanan para peserta bertugas untuk membuat papan nama jalan (yang sebelumnya tidak pernah ada disana, dan bahkan nama jalannya juga baru ditentukan di hari itu juga). Lalu ada juga yang membuat papan nama lokasi pantai, pelabuhan, dll.

Di pantai peserta bertugas membersihkan sampah-sampah pantai.

Di mesjid membersihkan dan membuat papan nama mesjid.

Dan penanaman pohon dilakukan di sekolah dan beberapa lokasi lainnya.

Jam 3 siang, semua kegiatan baksos akhirnya selesai dan ada waktu bebas untuk peserta menjelajahi pantai ataupun mau istirahat.

Jadi, lokasi sekolah tempat kami menginap ini emang berseberangan dengan pantai. Nama pantainya aku lupa, nanti aku tanyain sama temen dulu ya. Pokoknya pantainya itu indaaaaaaah sekaleee. Beberapa peserta dan ketua bem kami sendiri udah langsung nyemplung aja sore itu.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tes wawancara di SMA idaman. Plus tips.

Apa ini pacaran?

Tips buat anak SMP yang pengen populer di sekolah.