Perjalanan ke Bukit Jalin
Kemarin, hari Minggu tanggal 22 Maret 2015 aku dan teman-teman ngopiku pergi ke Kota Jantho. Tepatnya kami pergi ke Bukit Seumeureugui, di Desa Jalin, Jantho, Aceh Besar atau yang sering orang bilang 'Bukit Jalin'.
Kami pergi bertujuh, yaitu Aku, Yudi, Kepo, Bocil, Ewe, Bedul, dan Dodi.
Sebelumnya sudah ada keinginan untuk pergi ke sana sejak libur semester lalu, yaitu sejak berseraknya foto-foto keren di Instagram dengan lokasi Bukit Jalin. Namun karena terus-terusan menunda akhirnya barulah kemarin kami jadi pergi.
Kami janji ngumpul di Warkop Cut Nun, Lampineung pukul 10.00 pagi. Tapi apa daya, budaya telat sudah tertanam sejak dini. Akhirnya kami baru terkumpul semua pukul 12-an. Tepat 12.30 kemudian barulah kami tancap gas menuju Jantho.
Banda Aceh ke Jantho kemarin memakan waktu kira-kira 50 menit, itu pun udah termasuk berhenti isi bensin dan isi angin ban motor. Tapi baru beberapa menit berjalan dari gerbang Jantho, eh tiba-tiba ban motor kerasa aneh.
"Ki, kayaknya bocor..." Kata Yudi, dia yang boncengin aku.
Dan benar saja, ban belakang udah kempis. Yudi langsung menekan klakson berkali-kali untuk memberitahukan yang lainnya yang kebetulan saat itu berkendara didepan kami, namun ternyata mereka nggak dengar. Yaudahlah, kami ditinggal mereka.
"Coba telepon mereka ki" kata Yudi
"Ko ada pulsa? Aku ga ada pulsa ni.." kataku
"Sama lah, bm coba"
"XL ga ada sinyal..."
"...." hening
Akhirnya ga berapa lama ada tempat tambal ban, kami pun mampir kesitu dan motor mulai dikerjakan. Aku ngeluarin HP kecil yang pulsanya kosong ini, dan menekan *808*XXXX#, Call Me baby.
Gak berapa lama kemudian masuklah telpon dari Bedul.
"Halo dul,"
"TUUT TUUT"
lah? dimatiin?
Ternyata si Bedul juga ga ada pulsa keliatannya,
Sekilas tentang Bedul, nama aslinya Abdul Hakim, gara-gara satu orang panggil dia 'Bedul' jadilah semua panggil Bedul.
Nggak berapa lama Ewe nelpon, dia pake kartu Halo jadi gak bakal habis pulsa. Setelah berbincang hangat mereka katanya nunggu di dekat bundaran.
Sekilas tentang Ewe, dia keriting dan pernah bergigi jarang terutama 2 gigi depannya, namun kini gigi-giginya udah mulai rujuk sejak pakai behel. Nama aslinya adalah Eryan Wahyudi, waktu SMA biar keren disingkat jadi EW aja. Dan kemudia guru-guru pun mulai manggil Ewe juga, sampe-sampe pak Hizqil yang asalnya dari daerah sunda bilang "Kalau nanti kamu ke daerah Jawa atau Sunda, hati-hati pakai nama ituk. hahaha", bapak itu tertawa.
Ban selesai beberapa menit kemudian, kami pun melanjutkan perjalanan ke bundaran untuk bertemu yang lainnya. Eh mereka malah lagi selfie selfie untuk hilangin bosan.
Kota Jantho ini kota yang lumayan bersih udaranya karena berada di pegunungan, masyarakatnya kebanyakan hidup dari pertanian karena kalau mau jadi nelayan ngga mungkin di gunung. Kota ini walaupun bangunan-bangunannya lumayan banyak yang bagus, namun terlihat sepi. Sangat jarang terlihat penduduk berlalu lalang. Entahlah hari lainnya aku tidak tahu, tapi begitulah yang terlihat kemarin.
Nyampe ke Bukit Jalin lumayan gampang. Jadi untuk ke Bukit Jalin, dari bundaran Jantho langsung lurus aja terus ikutin jalan aspal sampe ketemu petunjuk jalan berupa papan arah 'Puncak Jalin' yang dibuat oleh masyarakat. Ikutin terus arah papan itu, lalu ketemu simpang lagi dan ada papan petunjuk 'Puncak Jalin' lagi. Ikutin lagi jalannya, itu masih jalan aspal sampai akhirnya nanti jalan aspalnya habis dan masuk ke jalan yang keliatannya pernah diaspal. Kemudian setelah melewati jalan yang kiri kanannya adalah kebun warga kita akan disambut oleh sekelompok pemuda kampung yang berdiri untuk mengutip uang masuk sebesar Rp. 5000,- per motornya.
Awalnya agak terkejut ada sekolompok orang berkumpul di jalanan seperti itu, kirain ada kasus begal atau apalah, eh ternyata bayar masuk. haha
Nah, dari situ jalan lagi sampai akhirnya tiba di dekat jembatan baja. Kita parkir di area parkir yang terlah disediakan, disitu parkirannya rapi karena dijaga dan ada dua buah kedai yang menyediakan minuman dan makanan ringan.
Setelah parkir, ibu-ibu di kedai mulai memanggil kami sebegai calon pembeli, kami bilang "nanti saja bu, pas pulang". Sebuah keputusan yang akan segera kami sesali.
Dari area parkir kami berjalan melawati jembatan baja itu tadi, struktur atasnya boleh baja, tapi jalanannya seutuhnya adalah kayu. Kemudian setelah menyebrangi sungai dengan jembatan itu, barulah pendakian dimulai.
Jalur pendakiannya sudah di buat rapi oleh entah siapa, tiap pendakian adalah anak-anak tangga kecil dari tanah dan di sisi kanannya ada tali yang diikat untuk berpegangan. Namun tali ini hanya ada di awal pendakian saja, diatas sana tidak ada lagi.
Sesampainya di separuh jalan, ternyata... Lumayan capek.
Berhubung perut saat itu kosong, aku mengalami yang namanya pening atau pitam beberapa kali saat berjalan. Yudi dan Dodi udah jalan duluan, kalo di film Divergent mereka itu kayak Dauntless yang gabisa jalan santai aja, sukanya lari-larian. Sementara Bocil, Eryan, Kepo itu kayak Amity yang cinta damai mereka jalan dengan semangat damai menuju puncak. Sementara aku masuk kategori 'buangan', baru jalan bentar juga udah pusing-pusing. Tapi untung ada Bedul yang kayaknya masuk kategori Abnegation haha. Abnegation itu kategori orang-orang yang suka menolong orang-orang buangan, kayak aku ini. Kami terpaksa meminta sedikit air dari pengunjung lain karena kehausan saat mendaki. Seharusnya kami beli air dulu tadi dibawah.
Setengah jam kemudian aku baru sampai ke 'katanya' puncak. Saat sampai diatas, yang lainnya udah asik selfie sambil duduk-duduk istirahat. Kami ikutan selfie dengan muka kecapekan.
Berikut foto-foto diatas sana.
Area diatas sana sebenarnya luas lagi, banyak lagi yang bisa dijelajahi. Tapi capeknya ini udah minta-minta turun terus karena kehausan, yasudahlah akhirnya kami turun lagi setelah 40 menit bermain-main diatas sana.
Kemudian kami duduk istirahat di kedai yang tadi kubilang dan memesan minuman dingin sampai capeknya mulai hilang, setelah main-main lempar batu di pinggir sungai kemudian kami melanjutkan perjalanan ke kolam renang di Jantho.
Di jalan ke kolam renang, kami terpisah jalan karena si Yudi ini terlalu semangat sampe kelewatan pula jalannya. Kepo dan Bocil udah sampe di depan restoran yang ada kolam renangnya itu. Kami pun segera menyusul dan sempat salah tempat 1 kali.
Kemudian kami berenang lengkap dengan celana jins, berhubung ga pake celana pendek didalam, dan berenang ini ga ada di dalam rencana. Cuma Bocil, Ewe, dan Dodi yang pake celana pendek.
Sekilas tentang Bocil. Nama aslinya Thareq Khemal, namun karena ia imut dengan kumis tipisnya, ia dipanggil Bocil.
Thareq Kemal R alias Bocil |
Setelah mandi-mandi selama setengah jam, kemudian barulah kami pulang ke Banda Aceh dengan celana basah.
Dari pengamatanku kemarin, wisata Bukit Jalin ini masih lumayan bersih dan sangat mudah dicapai. Kita hanya bayar Rp. 5000,- per motor untuk masuk dan tak ada pengutipan lagi di parkiran. Kemudian di area bukitnya ada pemuda-pemuda dengan bet nama, sepertinya mereka yang ditugasi untuk menjaga bukit ini, mereka terlihat sibuk mengutip sampah tiap ada sampah yang terlihat dimata mereka dan mereka juga menjual air mineral di atas dengan harga 5000 per botolnya, namun itu sangat membantu bagi pengunjung yang lupa membawa air seperti kami.
Nah sekian postingan melancong kali ini, semoga menghibur :)
Subhanallah cantik banget bukit-bukit nya..
BalasHapusdan pemandangannya..
dan suasanya nya...
Jadi pengen ke sana deh...
P.S.
Salam buat Bocil ya ki ;3
Ayuk bang terbang ke sini haha
HapusHahah siap bang entar disampein
foto yang terakhir kereeeeen banget .. kaya korban airasia gitu .. wkwkwk
BalasHapushahaha boleh lah
Hapusaceh bagus juga ya *thumbs up*
BalasHapusvnssachn.blogspot.com
wah info nya sangat keren
BalasHapussaya tunggu info info lain nya
yang bermanfaat
tempatnya keren abis
BalasHapus